Pages

Senin, Mei 26, 2014

Puisi: Jeda Suara



Jeda Suara
Asti LS Prativi & Syaiful HS

Selamat pagi, sayang.....
Hari ini aku terpaksa bekutat kembali denganmu
Karena mereka menginginkan itu
Akupun ingin, sayang
Tapi aku takut ada luka yang terkuak

Sayang, sudah hampir setahun kukesampingkan engkau
Kunyaris lupa beda major, minor, diminished, juga augmented
Nostalgia menggapaimu seolah prelude tanpa coda
Tanganku gemetar ketika harus membuka kembali
lembar-lembar tentangmu
Aku seperti tersadar, meski aku belum menuliskan double bar
Tapi tanda rest yang kubatasi terlalu panjang

Aku memang payah
Terlalu besar menaruh hati padamu
Tapi aku tak mampu mengimbangi metronom konstan iramamu
Maafkan aku, sayang
Karena aku tidak bisa seperti mereka, wanita-wanita pendambamu

Aku bukanlah Ratu Jazz seperti Tante Ella
Range vokalku belum sampai 3 oktaf
Meski mood menuntunku, tapi tak jarang malah lepas dari melodi
Ya, aku masih terus berguru
Improvisasi harmoni memang tak kan mengalir dalam sekejap
Karena aku bukan Tante Ella, sayang
Yang berhasil memborong belasan Grammy dengan nada jazzy

Sayang, aku juga bukan Ana Vidovic
Yang jari-jarinya menari lincah di atas senar
Yang memeluk gitar dengan jiwanya
La Catedral membuai telinga penikmatnya
Dimainkan jemari dengan dinamika sempurna,
pianissimo, forte, crescendo, hingga decresendo
Sebuah permainan solo yang memang mendunia

Oh, sayangku
Bagaimanapun juga aku bukan Janis Lyn Joplin
Yang melahirkan riak-riak blues dikeheningan panggung

Sayang....oh, sayang.....
Kau amat luas dan begitu cepat berkembang
Sangat egois jika aku menuntutmu terlalu banyak
Sejatinya kau dikendalikan oleh mereka yang tidak saja mencintaimu
tapi juga dapat mengimbangimu
 
Sayang, ada luka dalam sesalku
Karena aku belum bisa menjamahmu dengan puas
Keseharian tlah mengacuhkanku akan notasi-notasimu
Tapi percayalah, aku tak mampu berpaling
Karena sebagian diriku ada padamu

Aku memang tidak sehebat wanita-wanita yang tlah menyatu denganmu
Ataupun sosok-sosok lain yang menghasilkan pezzo
Gelar suara tidak mengiringi namaku
Juga kilau berlian tidak melilit ditubuhku
Tapi goresan ini membangunkanku
Sudah waktunya meneruskan hitungan birama
Dan bergegas tinggalkan whole rest yang ada

Kau murni, kau alami sayang
Yang tak harus dicintai dengan teori, popularitas, dan kemewahan
Aku bisa mencintaimu dengan apa adanya, juga mereka
Bermodal kesederhanaan dan ketulusan
Dari situ harmoni sejati dihasilkan
Mengalun dalam jiwa-jiwa penikmat keindahan
Maka percayalah, aku tak mampu berpaling
Karena sebagian diriku ada padamu

Bandung-Tanjung, 22/4/14 


NB: 
Puisi ini awalnya ditulis tanggal 20 April 2014 sebagai puisi yang begitu panjang dengan judul "Kau Murni, Sayang". Namun berkat masukan dari Papa, jadilah seperti ini. Maka dari itu, aku cantumkan juga nama Papa sebagai penulis puisi ini.
Thanks Pap :) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar